Minggu, 03 Februari 2013

Mekanisme Adaptasi Organisme Poikilotermik terhadap Suhu

Suatu organisme dapat tumbuh dan berkembang hanya dalam batas-batas kisaran toleransi, kondisi faktor-faktor abiotik, dan ketersediaan sumber daya tertentu saja. Batas-batas itu ditentukan oleh kemampuan makhluk hidup untuk menghadapi lingkungannya yaitu adaptasi fisiologis, struktur dan pola perilakunya (Odum, 1971). Hal ini sesuai dengan teori hukum minimum Liebig yang menyatakan bahwa fungsi suatu makhluk dikendalikan atau dibatasi oleh faktor lingkungan yang esensial atau oleh gabungan faktor yang ada di dalam jumlah yang paling tidak layak kecilnya. Faktor pembatas tersebut bukan hanya sesuatu yang tersedia dalam jumlah terlalu sedikit, seperti yang diusulkan oleh Liebig, tapi yang terlalu banyak sekalipun, misalnya intensitas cahaya dan panas dapat pula merupakan faktor pembatas (Soetjipto, 1992).


Dalam mengatur suhu tubuh (termoregulasi), dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan. Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sifat dariorganisme tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selama hidupnya suhu tubuh organisme tergantung pada suhu air laut tempat hidupnya disebut poikilotermik (Nybaken,1988). Bagi organisme poikilotermik, suhu air laut merupakan faktor  yang sangat berpengaruh bagi aktifitas metabolisme. Kapasitas panas yang besar dari air merupakan mekanisme penyangga yang baik apabila terjadi perubahan temperatur di udara secara tiba-tiba. Akibatnya ikan menjadi hewan yang relatif mempunyai sifat stenothermal (toleransinya terhadap suhu sangat sempit). Fenomena ini menunjukkan bahwa peranan temperatur lingkungan dalam suatu habitat merupakan hal yang penting (Kordi dan Tancung, 2007). Adaptasi yang dilakukan hewan ektoterm terhadap lingkungan adalah dengan tingkah lakunya. Contoh adaptasi yang dilakukan hewan ektoterm antara lain :
  1.      Ikan (Pisces)
Jika lingkungan panas adaptasi yang dilakukan ikan adalah dengan berenang ke perairan yang lebih dasar atau menuju ke tempat yang intensitas sinar matahari lebih sedikit seperti dibawah pepohonan.
2.      Katak (Amphibi)
Pada lingkungan yang panas hewan ini beradaptasi secara morfologi dengan cara menguapkan panas dari dalam tubuhnya . Sedangkan secara tingkah laku yan dilakukan katak adalah bersembunyi pada bongkahan tanah yang dianggap lebih rendah suhunya. Namun jika suhu lingkungan ekstrim panas katak menggunakannya untuk memaksimalkan reproduksinya. Dengan tujuan melestarikan spesiesnya. Telur yang dihasilkan ditempelkan pada daun atau ranting pohon. Ketika lingkungan sudah memungkinkan seperti pada saat musim penghujan, Maka telur tersebut akan berkembang menjadi berudu yang akhirnya akan menjadi katak dewasa yang baru.
3.      Belalang (Insecta)
Pada lingkungan panas belalang beradaptasi secara morfologi dengan cara mengubah warna tubuhnya. Secara tingkah laku yang dilakukan belalang adalah bersembunyi dabalik daun.
4.      Buaya (Reptile)
Buaya memiliki kulit yang tebal sehingga untuk beradaptasi pada lingkungan panas dia mengurangi penguapan dengan kulitnya yang tebal tersebut. Secara tingkah laku yang dilakukan buaya adalah dengan membuka mulut untuk menguapkan panas tubuhnya (Evaporasi).
5.      Ular
Secara tingkah laku ular melakukan adaptasi pada lingkungan panas dengan bersembunyi dibawah tanah atau dalam liangnya. Pada beberapa ular gurun adaptasi pada lingkungan panas dilakukan dengan berjalan karah menyamping bersudut sekitar 45o.

Pada invertebrata untuk dapat terus menyesuaikan suhu tubuh dengan suhu lingkungan mereka mengambil panas matahari di pagi hari dalam melakukan fungsi fisiologis metabolis untuk melakukan aktivitas gerakan tubuh. Pada Kelas Insecta terdapat dua strategi utama untuk kelangsungan hidup akibat ketidakmampuan mereka untuk menghasilkan panas yang signifikan metabolik. Yang pertama migrasi, yaitu penghindaran yang lengkap dari suhu yang menimbulkan ancaman. Meareka mencari tempat yang mereka anggap lebih nyaman. Jika serangga tidak dapat bermigrasi, maka mereka harus menggunakan cara kedua, yaitu mereka harus tinggal dan beradaptasi dengan suhu. Tardigrada yang merupakan filum peralihan antara Annelida dengan Arthropoda memiliki kemampuan cryptobiosis, yaitu kemampuan untuk mempertahankan diri dalam lingkungan yang ekstrim, misalnya suhu yang dingin atau kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Horwath KL and Duman JG (1982) Involvement of the Circadian System in Photoperiodic Regulation of Insect Antifreeze Proteins. The Journal of Experimental Zoology 219:267-270
Kordi dan Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta
Nybakken, J.W. 1988.  Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT. Gramedia
Odum,E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Terjemahan. Tjahyono Samingan. 1993. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Soetjipto. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Jakarta: Depdikbud.

1 komentar:

  1. Decorating ideas for your home interior that will give it a
    fresh new look that is on trend for summer 2010. Ben Weissman writes articles on Wrought
    Iron Beds, Modern Bedroom Furniture and Interior Design. You could create a more classic,
    traditional look with a black wrought iron frame and beside tables to match.


    my blog - Feng Shui Bedroom

    BalasHapus

 
Copyright © 2011. Who lives in fear will never be free man . All Rights Reserved
Home | Contact | Facebook | Twitter | Term of use | Widget | Site map
Design by Herdiansyah . Published by Borneo Templates